Seorang
aktivis gerakan emansipasi wanita yang radikal menumpang sebuah bis kota. Baru
saja dia naik, seorang laki-laki di depan tempatnya berdiri hendak bangun dari
tempat duduknya.
Dengan
ketus si aktivis berkata, "Ini dia lagi contohnya seorang laki-laki yang
mencoba menentang persamaan perlakuan terhadap perempuan dengan memberikan
tempat duduknya".
Dia
kemudian mendorong laki-laki itu agar duduk kembali. Beberapa menit kemudian si
laki-laki hendak berdiri lagi tapi sekali lagi di cegah oleh wanita tadi.
Kejadian serupa berulang beberapa kali.
Akhirnya
dengan kesal si laki-laki berkata, "Maaf nyonya, Anda harus membiarkan
saya berdiri. Saya sudah lewat 2 km dari tempat seharusnya saya turun". (kapanlagi.com)
Emansipasi,
salahkah??
Muslimah, kita
pasti sering mendengar kampanye tentang “Emansipasi Wanita”. Emang sih, akhir-akhir
ini masaLah itu masih anget untuk dibicarakan, diperbincangkan, dan digosipkan.
Pasalnya, masih banyak juga yang keukeuh
mengamalkan ide itu. Para aktivis feminisme tentunya paling gatel ngomongin dan
ngamalin paham ini. Mereka tuh, rajin banget ngomporin kaum Hawa lain untuk
terjun di luar rumah Lebih banyak waktu. Sementara di rumah, cukup sebentar aja.
Walah walaah? Ckckck...
Teman-teman muslimah lain pun pastinya
udah lama kenal dong, dengan ajaran ini. Maklumlah, sejak kita diajarin, “Ini Budi, Ini Ibu Budi” , udah dikenalkan
dengan tokoh pergerakan wanita, yang bernama Ibu R.A. Kartini. Kata bapak dan
ibu guru waktu SD dulu, Ibu R.A. Kartini adalah salah satu tokoh pembebasan
kaum wanita. Wanita yang tadinya cuma ngurusin “dapur-sumur-kasur”, telah diperjuangkan hak-haknya
untuk mendapatkan pendidikan dan kegiatan lainnya yang pada saat itu hanya bisa
dilakukan kaum pria.
Sayangnya, cita-cita Ibu R.A.
Kartini kemudian ”dimodifikasi” oLeh pihak-pihak tertentu
menjadi lebih luas dan lebih liar. Bagaimana tidak? Sedang kemudian cita-cita
Kartini sempat dihubungkan dengan perjuangan feminisme, bahkan dianggap sebagai
peletak dasar perjuangan hak-hak kaum feminim di negeri ini. Memang tergantung
siapa yang bikin sejarahnya sih. Kasihan sekali. Lebih kasihan Lagi yang
ngikutin seruan kaum feminis saat ini. Waduh..
Muslimah, pada jaman
sekarang ini, bisa kita saksikan maraknya kiprah kaum wanita di luar rumah. Kalau
hanya sekadar mendapatkan pendidikan, kita pikir nggak masalah ya. Sebab,
pendidikan itu bukan hanya monopoli anak putra. Anak putri juga berhak untuk
mendapatkannya. Setinggi apa pun. Sampai kapanpun. Tapi, jikalau sudah memasuki
kehidupan umum yang lebih jauuuuh lagi, bahkan sampai tega mengorbankan harga
diri, nahhh itu dia yang malah berbahaya.
Nggak percaya? Lihat aja gimana
teman-teman remaja puteri (red: seleb) yang kemudian “ikhlas” terjun di dunia
film, iklan, sinetron, dan model. Tapi sejujurnya dan sejatinya, teman-teman
puteri itu sedang ditipu. Lho kok bisa? Maklum saja lahh, di masyarakat kapitalis
seperti sekarang ini, wanita telah menjadi komoditas alias barang yang diperjualbelikan.
Mereka dijadikan sumber tenaga kerja yang murah atau dieksploitasi untuk menjual
barang lain. Barang jenis industri mutakhir seperti mode, kosmetik dan hiburan,
hampir sepenuhnya memanfaatkan “jasa” wanita. Pendidikan dan media massa
menampilkan citra wanita yang penuh glamour,
sensual
dan fisikal. Dengan kata Lain, penuh sensasi, dan tentu nggak ketinggalan,
body! Wuih, Na’udzubillah..
Muslimah, di
masyarakat bebas seperti ini, wanita dididik untuk melepaskan segala ikatan
normatif, kecuali kepentingan industri. Lihat aja deh, tubuh mereka
dipertunjukkan untuk menarik selera konsumen. Bayangkan betapa konyolnya, iklan
mobil mewah rasanya belum lengkap kalau tak hadir di sampingnya gadis berbody
aduhai. Permen pun rasanya belum manis kalau tak menyertakan penampilan gadis
dengan bibir sensual mengunyah permen. Astaghfirullah..
Sayangnya lagi, kaum wanita
banyak yang nggak “ngeh” dengan masalah ini. Bahkan parahnya, banyak pula yang
menikmatinya. Itu artinya pula, emansipasi yang kebablasan ini adalah racun
bagi kehidupan kaum wanita. CeLaka dua belas. Hati-hati deh. Jangan sampe!
Habis gelap
terbitlah terang?
Semboyan Door Duisternis tot Licht alias Habis Gelap Terbitlah Terang menjadi begitu bergema bagi kalangan perempuan di negeri kita yang tercinta ini. Simbol semangat dari perjuangan pembebasan kaum wanita. Katanya sih begitu.
Nahh, dengan semboyan seperti ini, perjuangan Ibu R.A. Kartini untuk
mengajak kaumnya bangkit, masih ada kemungkinan untuk “dimodifikasi” sesuai keinginan si penulis
sejarah. Akhirnya ya seperti sekarang, “Kartini-Kartini
masa kini” kontemporer
menyerap makna perjuangan R.A. Kartini sebatas perjuangan hak-hak wanita.
Karena, pada waktu itu wanita “dijajah” pria. Dalam masalah pendidikan,
misalnya, R.A. Kartini jelas banget memperjuangkan agar wanita bisa mendapat
hak yang sama dengan laki-laki. Sayangnya, jaman sekarang cita-cita perjuangan
Kartini akhirnya diperluas dengan peran wanita yang lebih bebas dan luas di luar
rumah. Bahkan, atas nama emansipasi, kian gatel mengambil “jatah” peran kaum pria. Ada Lho, wanita
yang jadi hansip, satpam, bahkan polisi. Kita nggak tahu, penjahatnya nanti galak
atau malah ngerayu? Hehe..
Jangan mau jadi
korban!
Muslimah, jangan mau deh jadi korban gaya hidup sekarang. Maklumlah, kehidupan sekarang ini banyak godaannya. Keikutsertaan perempuan dalam proses kehidupan di luar rumah dengan jumlah waktu yang lebih banyak, justru akan menjadi blunder, alias bumerang. Bagaimana tidak, jika semua perempuan bekerja di luar rumah dengan semboyan “P4 (Pergi Pagi Pulang Petang)”, maka dengan siapa anak-anak akan belajar tentang kehidupan? Lha, pas pergi anak masih tidur. Eh, pas dateng anak udah tidur. Gimana menyalurkan kasih sayang dan perhatiannya? Sebab, duit nggak selalu menjadi yang terpenting untuk menyenangkan anak. Justru perhatian dan penanaman nilai agama adalah hal yang paling utama. Betul betul betul…
Muslimah, jangan
bingung dulu. Meski peran kita di luar rumah dibatasi, bukan berarti nggak boleh
keluar sama sekali dari rumah. Kita masih boleh untuk bekerja di luar rumah.
Dengan catatan, jenis pekerjaannya nggak menyita perhatian dan mengambil jatah
waktu yang banyak. Bahkan di masa Rasulullah juga banyak wanita yang terjun di
medan jihad sebagai perawat prajurit IsLam yang terluka. Pada jaman setelahnya,
banyak pula wanita yang berpendidikan tinggi dan tetap mampu menjaga tugas
utamanya sebagai pengatur rumah tangga.
Jadi, jangan sampe deh kita, pada
saat berkeluarga nanti, mendahulukan urusan pekerjaan di luar rumah (apalagi
sampai berhari-hari keluar kota misalnya), hingga membuat kita menelantarkan anak
dan suami. Meskipun suaminya ikhlas diperlakukan begitu, jangan anteng dulu,
Non. Bukankah menelantarkan urusan rumah tangga adalah dosa? Bukankah itu
artinya pula mempraktikkan seruan kaum feminis? Catet ya..
Jadi.. Tunggu apa lagi? Mari kita
bermuhasabah diri, berikhtiarlah untuk senantiasa istiqomah, karena
sesungguhnya, Allah mencintai orang-orang yang senantiasa memperbaiki diri.. J
0 comments:
Posting Komentar