Sabtu, 26 April 2014



Seorang aktivis gerakan emansipasi wanita yang radikal menumpang sebuah bis kota. Baru saja dia naik, seorang laki-laki di depan tempatnya berdiri hendak bangun dari tempat duduknya.
Dengan ketus si aktivis berkata, "Ini dia lagi contohnya seorang laki-laki yang mencoba menentang persamaan perlakuan terhadap perempuan dengan memberikan tempat duduknya".
Dia kemudian mendorong laki-laki itu agar duduk kembali. Beberapa menit kemudian si laki-laki hendak berdiri lagi tapi sekali lagi di cegah oleh wanita tadi. Kejadian serupa berulang beberapa kali.
Akhirnya dengan kesal si laki-laki berkata, "Maaf nyonya, Anda harus membiarkan saya berdiri. Saya sudah lewat 2 km dari tempat seharusnya saya turun". (kapanlagi.com)
Emansipasi, salahkah??
Muslimah, kita pasti sering mendengar kampanye tentang “Emansipasi Wanita”. Emang sih, akhir-akhir ini masaLah itu masih anget untuk dibicarakan, diperbincangkan, dan digosipkan. Pasalnya, masih banyak juga yang keukeuh mengamalkan ide itu. Para aktivis feminisme tentunya paling gatel ngomongin dan ngamalin paham ini. Mereka tuh, rajin banget ngomporin kaum Hawa lain untuk terjun di luar rumah Lebih banyak waktu. Sementara di rumah, cukup sebentar aja. Walah walaah? Ckckck...
Teman-teman muslimah lain pun pastinya udah lama kenal dong, dengan ajaran ini. Maklumlah, sejak kita diajarin, “Ini Budi, Ini Ibu Budi” , udah dikenalkan dengan tokoh pergerakan wanita, yang bernama Ibu R.A. Kartini. Kata bapak dan ibu guru waktu SD dulu, Ibu R.A. Kartini adalah salah satu tokoh pembebasan kaum wanita. Wanita yang tadinya cuma ngurusin dapur-sumur-kasur, telah diperjuangkan hak-haknya untuk mendapatkan pendidikan dan kegiatan lainnya yang pada saat itu hanya bisa dilakukan kaum pria.
Sayangnya, cita-cita Ibu R.A. Kartini kemudian dimodifikasi” oLeh pihak-pihak tertentu menjadi lebih luas dan lebih liar. Bagaimana tidak? Sedang kemudian cita-cita Kartini sempat dihubungkan dengan perjuangan feminisme, bahkan dianggap sebagai peletak dasar perjuangan hak-hak kaum feminim di negeri ini. Memang tergantung siapa yang bikin sejarahnya sih. Kasihan sekali. Lebih kasihan Lagi yang ngikutin seruan kaum feminis saat ini. Waduh..

Muslimah, pada jaman sekarang ini, bisa kita saksikan maraknya kiprah kaum wanita di luar rumah. Kalau hanya sekadar mendapatkan pendidikan, kita pikir nggak masalah ya. Sebab, pendidikan itu bukan hanya monopoli anak putra. Anak putri juga berhak untuk mendapatkannya. Setinggi apa pun. Sampai kapanpun. Tapi, jikalau sudah memasuki kehidupan umum yang lebih jauuuuh lagi, bahkan sampai tega mengorbankan harga diri, nahhh itu dia yang malah berbahaya.
Nggak percaya? Lihat aja gimana teman-teman remaja puteri (red: seleb) yang kemudian “ikhlas” terjun di dunia film, iklan, sinetron, dan model. Tapi sejujurnya dan sejatinya, teman-teman puteri itu sedang ditipu. Lho kok bisa? Maklum saja lahh, di masyarakat kapitalis seperti sekarang ini, wanita telah menjadi komoditas alias barang yang diperjualbelikan. Mereka dijadikan sumber tenaga kerja yang murah atau dieksploitasi untuk menjual barang lain. Barang jenis industri mutakhir seperti mode, kosmetik dan hiburan, hampir sepenuhnya memanfaatkan “jasa” wanita. Pendidikan dan media massa menampilkan citra wanita yang penuh glamour, sensual dan fisikal. Dengan kata Lain, penuh sensasi, dan tentu nggak ketinggalan, body! Wuih, Na’udzubillah..

Muslimah, di masyarakat bebas seperti ini, wanita dididik untuk melepaskan segala ikatan normatif, kecuali kepentingan industri. Lihat aja deh, tubuh mereka dipertunjukkan untuk menarik selera konsumen. Bayangkan betapa konyolnya, iklan mobil mewah rasanya belum lengkap kalau tak hadir di sampingnya gadis berbody aduhai. Permen pun rasanya belum manis kalau tak menyertakan penampilan gadis dengan bibir sensual mengunyah permen. Astaghfirullah..
Sayangnya lagi, kaum wanita banyak yang nggak “ngeh” dengan masalah ini. Bahkan parahnya, banyak pula yang menikmatinya. Itu artinya pula, emansipasi yang kebablasan ini adalah racun bagi kehidupan kaum wanita. CeLaka dua belas. Hati-hati deh. Jangan sampe!

Habis gelap terbitlah terang?

Semboyan Door Duisternis tot Licht alias Habis Gelap Terbitlah Terang menjadi begitu bergema bagi kalangan perempuan di negeri kita yang tercinta ini. Simbol semangat dari perjuangan pembebasan kaum wanita. Katanya sih begitu.
Nahh, dengan semboyan seperti ini, perjuangan Ibu R.A. Kartini untuk mengajak kaumnya bangkit, masih ada kemungkinan untuk dimodifikasi sesuai keinginan si penulis sejarah. Akhirnya ya seperti sekarang, Kartini-Kartini masa kini kontemporer menyerap makna perjuangan R.A. Kartini sebatas perjuangan hak-hak wanita. Karena, pada waktu itu wanita dijajah pria. Dalam masalah pendidikan, misalnya, R.A. Kartini jelas banget memperjuangkan agar wanita bisa mendapat hak yang sama dengan laki-laki. Sayangnya, jaman sekarang cita-cita perjuangan Kartini akhirnya diperluas dengan peran wanita yang lebih bebas dan luas di luar rumah. Bahkan, atas nama emansipasi, kian gatel mengambil jatah peran kaum pria. Ada Lho, wanita yang jadi hansip, satpam, bahkan polisi. Kita nggak tahu, penjahatnya nanti galak atau malah ngerayu? Hehe..

Jangan mau jadi korban!

Muslimah, jangan mau deh jadi korban gaya hidup sekarang. Maklumlah, kehidupan sekarang ini banyak godaannya. Keikutsertaan perempuan dalam proses kehidupan di luar rumah dengan jumlah waktu yang lebih banyak, justru akan menjadi blunder, alias bumerang. Bagaimana tidak, jika semua perempuan bekerja di luar rumah dengan semboyan “P4 (Pergi Pagi Pulang Petang)”, maka dengan siapa anak-anak akan belajar tentang kehidupan? Lha, pas pergi anak masih tidur. Eh, pas dateng anak udah tidur. Gimana menyalurkan kasih sayang dan perhatiannya? Sebab, duit nggak selalu menjadi yang terpenting untuk menyenangkan anak. Justru perhatian dan penanaman nilai agama adalah hal yang paling utama. Betul betul betul…
Muslimah, jangan bingung dulu. Meski peran kita di luar rumah dibatasi, bukan berarti nggak boleh keluar sama sekali dari rumah. Kita masih boleh untuk bekerja di luar rumah. Dengan catatan, jenis pekerjaannya nggak menyita perhatian dan mengambil jatah waktu yang banyak. Bahkan di masa Rasulullah juga banyak wanita yang terjun di medan jihad sebagai perawat prajurit IsLam yang terluka. Pada jaman setelahnya, banyak pula wanita yang berpendidikan tinggi dan tetap mampu menjaga tugas utamanya sebagai pengatur rumah tangga.
Jadi, jangan sampe deh kita, pada saat berkeluarga nanti, mendahulukan urusan pekerjaan di luar rumah (apalagi sampai berhari-hari keluar kota misalnya), hingga membuat kita menelantarkan anak dan suami. Meskipun suaminya ikhlas diperlakukan begitu, jangan anteng dulu, Non. Bukankah menelantarkan urusan rumah tangga adalah dosa? Bukankah itu artinya pula mempraktikkan seruan kaum feminis? Catet ya..
            Jadi.. Tunggu apa lagi? Mari kita bermuhasabah diri, berikhtiarlah untuk senantiasa istiqomah, karena sesungguhnya, Allah mencintai orang-orang yang senantiasa memperbaiki diri.. J

0 comments:

Posting Komentar