Rasulullah SAW. bersabda:
“Ketahuilah! setiap orang dari kamu adalah pemimpin. Ia akan dimintai pertanggungjawaban tentang
yang dipimpinnya. Seorang penguasa akan dimintai pertanggungjawaban tentang rakyat
yang dipimpinnya; seorang laki-laki pemimpin keluarga akan dimintai
pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya; seorang wanita pemimpin di rumah
suami dan anaknya akan dimintai pertanggungjawaban tentang mereka (suami dan anaknya)
; dan seorang hamba juga pemimpin harta
tuannya; ia akan dimintai pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya.
Ketahuilah! masing-masing kamu adalah pemimpin dan masing-masing kamu akan dimintai
pertanggungjawaban tentang kepemimpinannmu’’. (Hadist Riwayat
Muslim).
Pemimpin adalah suatu keniscayaan
dalam kehidupan manusia. Dimana pun seseorang berada, selama tidak hidup
sendirian, pasti ada seorang yang dijadikan pemimpin; seorang yang diserahi
kekuasaan untuk mengatur dan menjaga keberlangsungan hidup kelompok atau pun
masyarakat.
Sebagian orang beranggapan bahwa
orang yang disebut pemimpin adalah orang yang memegang jabatan formal dalam
pemerintahan. Dari pemahaman tersebut tidak mengherankan jika setiap kali
dilaksanakan pemilihan seorang pemimpin seperti presiden ataupun kepala daerah,
tidak pernah sepi dari peminat warga yang ingin mencalonkan dirinya menjadi
seorang (yang katanya) pemimpin. Banyak orang yang mendaftar dan meereka pun
tidak segan-segan untuk melakukan berbagai upaya asalkan bisa terpilih, meski
harus mengeluarkan dana yang tak sedikit.
Memang, semua orang bisa menjadi
pemimpin, baik dalam pemerintahan maupun dalam organisasi lainnya, tetapi hanya
sedikit sekali orang yang benar-benar bisa menjadi pemimpin sejati. Kalau kita menilik
praktek kepemimpinan di negeri ini, sebagian besar memperlihatkan sikap dan
karakter yang menyimpang dari yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw, dan para
sahabat. Bagi mereka kepemimpinan lebih mengacu kepada perasaan bahwa memimpin
adalah suatu posisi yang memungkinkan dirinya untuk bisa mengatur orang lain sesuai
dengan kemauannya sendiri , bukan dengan maksud tulus untuk mengabdi pada
masyarakat.
Selain itu, para pemimpin seperti
ini merasa diri mereka sebagai orang penting dan terhormat, tidak boleh seorang
pun merendahkan kedudukan mereka. Bisa jadi karena pandangan inilah, mereka
meminta kendaraan dinas termahal, menuntut gaji yang besar, berbagai fasilitas
yang serba “wah” dan pelayanan yang terbaik, meski kinerja mereka bisa dibilang
sangat lambat, lelet, dan jauh dari kata memuaskan. Para pemimpin macam ini
sepertinya melupakan sumpah yang pernah diucapkannya sewaktu pelantikan. “Bahwa
menjadi seorang pemimpin adalah amanah”.
Dalam kenyataanya, sedikit sekali pemimpin yang sungguh-sungguh menerapkan
kepemimpinan dari hati; yang lebih mementingkan kepentingan umum daripada pihak
tertentu; seorang pemimpin yang dicintai dan dijadikan panutan dalam gerak
kehidupan.
Ada 5 tingkatan seorang pemimpin
yang dapat dijadikan sebagai pemimpin pemerintahan atau pun kelompok. Tingkatan
tersebut yaitu:
Pemimpin tingkat 1 : Pemimpin yang dicintai.
Pemimpin tingkat 2 : Pemimpin yang dipercaya.
Pemimpin tingkat 3 : Pemimpin yang membimbing.
Pemimpin tingkat 4 : Pemimpin yang berkepribadian.
Pemimpin tingkat 5 : Pemimpin yang abadi.
Rasulullah Saw, adalah contoh pemimpin yang berhasil mencapai
derajat tertinggi dalam tangga kepemimpinan, yakni seorang pemimpin yang
dicintai. Kepemimpinan yang membuat beliau dipercaya, berkepribadian, tidak
mudah dilupakan, dijadikan teladan, dan berpengaruh besar dalam perjalanan umat
islam dari awal kehadirannya sampai sekarang.
Keberhasilan rasulullah dalam
memimpin bukanlah sesuatu hal yang tidak bisa ditiru. Toh, beliau juga seorang manusia biasa sama seperti kita, bukan malaikat.
Dan salah satu kunci keberhasilah beliau dalam memimpin tersebut adalah bagaimana
memaknai kepemimpinan. Kepemimpinan bukan ditujukan untuk mencari atau
mendapatkan sesuatu, tapi dijadikan kesempatan untuk berbagi kebaikan; bagaimana
hidup yang dijalani benar-benar mendatangkan kemaslahatan yang sebesar-besarnya
bagi sesama.
Atas dasar itu, maka pemimpin yang
sejati adalah pemimpin yang bersedia setiap saat untuk melayani semua orang
yang dipimpinnya. Dirinya tidak merasa lebih baik atau lebih tinggi dari yang
dipimpinnya; semua mempunyai kedudukan yang sama.
Rasulullah Saw, bersabda :
“Pemimpin suatu kaum adalah pengabdi (pelayan) mereka” (HR. Abu
Na’im).
Menjadi pemimpin apapun tidak hanya
akan dimintai pertanggungjawaban di dunia ini saja. Tapi juga di akhirat. Jika
kepemimpinana itu dijalankan sesuai amanah dan adil, maka ia akan mendapatkan
tempat yang utama di sisi Allah SWT dan kebahagiaan surga yang abadi. Begitu
juga sebaliknya, bila disalahgunakan, nerakalah yang menjadi tempat abadinya kelak.
Karena itu
menjadi pemimpin harus dijadikan kesempatan untuk berbuat baik, mengabdi hidup
untuk kepentingan orang banyak, bukan dijadikan sebagai kesempatan menjadi
penguasa, menumpuk kekayaan, memuaskan hawa nafsu dan lainnya. Menjadi pemimpin
yang baik atau buruk adalah pilihan; bergantung pada kemauan yang kuat dalam
menjalankannya. Memang godaan dan gangguan akan selalu datang silih berganti
dengan berbagai bentuk dan cara. Namun,memaknai kepemimpinan yang baik adalah
melayani bukan dilayani. Insya Allah,
kita bisa menjadi pemimpin yang baik dan dicintai oleh semua pihak, sebagaimana
yang telah dibuktikan oleh Rasulullah Saw. Aamiin ya Robbal alamiin...
0 comments:
Posting Komentar