Sabtu, 26 April 2014

“Memaknai kepemimpinan sejati sebagai SOLUSI ROSULULLAH SAW DALAM KEPEMIMPINAN”



Rasulullah SAW. bersabda:
“Ketahuilah! setiap orang dari kamu adalah pemimpin.  Ia akan dimintai pertanggungjawaban tentang yang dipimpinnya. Seorang penguasa akan dimintai pertanggungjawaban tentang rakyat yang dipimpinnya; seorang laki-laki pemimpin keluarga akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya; seorang wanita pemimpin di rumah suami dan anaknya akan dimintai pertanggungjawaban tentang mereka (suami dan anaknya) ; dan seorang hamba  juga pemimpin harta tuannya; ia akan dimintai pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya. Ketahuilah! masing-masing kamu adalah pemimpin dan masing-masing kamu akan dimintai pertanggungjawaban tentang kepemimpinannmu’’. (Hadist Riwayat Muslim).
Pemimpin adalah suatu keniscayaan dalam kehidupan manusia. Dimana pun seseorang berada, selama tidak hidup sendirian, pasti ada seorang yang dijadikan pemimpin; seorang yang diserahi kekuasaan untuk mengatur dan menjaga keberlangsungan hidup kelompok atau pun masyarakat.
Sebagian orang beranggapan bahwa orang yang disebut pemimpin adalah orang yang memegang jabatan formal dalam pemerintahan. Dari pemahaman tersebut tidak mengherankan jika setiap kali dilaksanakan pemilihan seorang pemimpin seperti presiden ataupun kepala daerah, tidak pernah sepi dari peminat warga yang ingin mencalonkan dirinya menjadi seorang (yang katanya) pemimpin. Banyak orang yang mendaftar dan meereka pun tidak segan-segan untuk melakukan berbagai upaya asalkan bisa terpilih, meski harus mengeluarkan dana yang tak sedikit.
Memang, semua orang bisa menjadi pemimpin, baik dalam pemerintahan maupun dalam organisasi lainnya, tetapi hanya sedikit sekali orang yang benar-benar  bisa menjadi pemimpin sejati. Kalau kita menilik praktek kepemimpinan di negeri ini, sebagian besar memperlihatkan sikap dan karakter yang menyimpang dari yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw, dan para sahabat. Bagi mereka kepemimpinan lebih mengacu kepada perasaan bahwa memimpin adalah suatu posisi yang memungkinkan dirinya untuk bisa mengatur orang lain sesuai dengan kemauannya sendiri , bukan dengan maksud tulus untuk mengabdi pada masyarakat.
Selain itu, para pemimpin seperti ini merasa diri mereka sebagai orang penting dan terhormat, tidak boleh seorang pun merendahkan kedudukan mereka. Bisa jadi karena pandangan inilah, mereka meminta kendaraan dinas termahal, menuntut gaji yang besar, berbagai fasilitas yang serba “wah” dan pelayanan yang terbaik, meski kinerja mereka bisa dibilang sangat lambat, lelet, dan jauh dari kata memuaskan. Para pemimpin macam ini sepertinya melupakan sumpah yang pernah diucapkannya sewaktu pelantikan. “Bahwa menjadi seorang pemimpin adalah amanah”.
 Dalam kenyataanya,  sedikit sekali pemimpin yang sungguh-sungguh menerapkan kepemimpinan dari hati; yang lebih mementingkan kepentingan umum daripada pihak tertentu; seorang pemimpin yang dicintai dan dijadikan panutan dalam gerak kehidupan.
Ada 5 tingkatan seorang pemimpin yang dapat dijadikan sebagai pemimpin pemerintahan atau pun kelompok. Tingkatan tersebut yaitu:
Pemimpin tingkat 1 : Pemimpin yang dicintai.
Pemimpin tingkat 2 : Pemimpin yang dipercaya.
Pemimpin tingkat 3 : Pemimpin yang membimbing.
Pemimpin tingkat 4 : Pemimpin yang berkepribadian.
Pemimpin tingkat 5 : Pemimpin yang abadi.
Rasulullah Saw, adalah contoh pemimpin yang berhasil mencapai derajat tertinggi dalam tangga kepemimpinan, yakni seorang pemimpin yang dicintai. Kepemimpinan yang membuat beliau dipercaya, berkepribadian, tidak mudah dilupakan, dijadikan teladan, dan berpengaruh besar dalam perjalanan umat islam dari awal kehadirannya sampai sekarang.
Keberhasilan rasulullah dalam memimpin bukanlah sesuatu hal yang tidak bisa ditiru. Toh, beliau juga seorang manusia biasa sama seperti kita, bukan malaikat. Dan salah satu kunci keberhasilah beliau dalam memimpin tersebut adalah bagaimana memaknai kepemimpinan. Kepemimpinan bukan ditujukan untuk mencari atau mendapatkan sesuatu, tapi dijadikan kesempatan untuk berbagi kebaikan; bagaimana hidup yang dijalani benar-benar mendatangkan kemaslahatan yang sebesar-besarnya bagi sesama.
Atas dasar itu, maka pemimpin yang sejati adalah pemimpin yang bersedia setiap saat untuk melayani semua orang yang dipimpinnya. Dirinya tidak merasa lebih baik atau lebih tinggi dari yang dipimpinnya; semua mempunyai kedudukan yang sama.
Rasulullah Saw, bersabda :
Pemimpin suatu kaum adalah pengabdi (pelayan) mereka” (HR. Abu Na’im).
Menjadi pemimpin apapun tidak hanya akan dimintai pertanggungjawaban di dunia ini saja. Tapi juga di akhirat. Jika kepemimpinana itu dijalankan sesuai amanah dan adil, maka ia akan mendapatkan tempat yang utama di sisi Allah SWT dan kebahagiaan surga yang abadi. Begitu juga sebaliknya, bila disalahgunakan, nerakalah yang menjadi tempat abadinya kelak.
            Karena itu menjadi pemimpin harus dijadikan kesempatan untuk berbuat baik, mengabdi hidup untuk kepentingan orang banyak, bukan dijadikan sebagai kesempatan menjadi penguasa, menumpuk kekayaan, memuaskan hawa nafsu dan lainnya. Menjadi pemimpin yang baik atau buruk adalah pilihan; bergantung pada kemauan yang kuat dalam menjalankannya. Memang godaan dan gangguan akan selalu datang silih berganti dengan berbagai bentuk dan cara. Namun,memaknai kepemimpinan yang baik adalah melayani bukan dilayani. Insya Allah, kita bisa menjadi pemimpin yang baik dan dicintai oleh semua pihak, sebagaimana yang telah dibuktikan oleh Rasulullah Saw. Aamiin ya Robbal alamiin...

0 comments:

Posting Komentar