Jumat, 11 April 2014



Kebudayaan dan Peradaban Islam Perkembangan Ilmu Kimia
Kimia adalah salah satu bagian dari ilmu eksakta. Dahulu, bidang kimia disebut sebagai fenomena dari ilmu, seni dan sihir. Akan tetapi bidang ini berubah menjadi ilmu kimia yang dikenal hingga saat ini. Di masa dahulu, komposisi proses kimia  digambarkan tidak hanya bergantung pada materi. Untuk itu, fenomena alam juga berpengaruh pada proses kimia. Tak salah, bila para pakar kimia zaman dahulu menggunakan simbol-sombol ilmu perbintangan. Sebagai contoh, emas merupakan simbol dari matahari, perak simbol dari bulan, air raksa simbol dari merkurius, tembaga simbol dari venus. Sejumlah pakar kimia juga menyinggung aspek spritual dalam proses kimia yang bertujuan mengubah sesuatu dengan tembaga sehingga menjadi emas. Pada intinya, ilmu kimia di zaman dahulu merupakan ilmu yang merupakan gabungan dari masalah alam, spiritual dan filsafat.
 Kimia di masa dahulu juga diyakini mempunyai unsur-unsur dari kimia, logam, fisik, kedokteran, perbintangan, dan keyakinan pada alam arwah.  Menurut pandangan para kimiawan, fenomena alamlah yang membentuk tembaga dan zat-zat materi dari skala atom hingga molekul. Ilmu kimia berfungsi membahas detail berbagai masalah yang berkaitan dengan zat-zat materi di alam. Saat ini, kimia dikenal sebagai ilmu yang mengkaji komposisi, struktur dan sifat zat atau materi dari skala atom hingga molekul serta perubahan atau transformasi serta interaksi zat-zat tersebut untuk membentuk materi yang ditemukan sehari-hari. Kimia juga mempelajari pemahaman sifat dan interaksi atom individu dengan tujuan untuk menerapkan pengetahuan tersebut pada tingkat makroskopik. Menurut kimia modern, sifat fisik materi umumnya ditentukan oleh struktur pada tingkat atom yang pada gilirannya ditentukan oleh gaya antar atom dan ikatan kimia.
            Kimia menjadi ilmu khusus untuk pertama kalinya di Barat dan  Mesir. Di dunia ilmu kimia, para pakar muslim mempunyai peran besar. Ilmu kimia yang dipahami saat ini mampu didefenisikan dengan baik oleh para pakar muslim sekitar 12 abad lalu. Banyak ilmuwan muslim yang melakukan riset terkait ilmu kimia. Sejumlah ilmuwan muslim melakukan  riset yang berkaitan dengan proses perubahan internal di ilmu kimia. Sebagian lainnya, ilmuwan muslim melakukan  riset terkait reaksi kimia pada materi-materi. Sebagai contoh,  Abu al-Qasem Mohammad Iraqi, Zakaria Razi dan Jabir Ibn Hayyan Tusi masing-masing melakukan di bidang-bidang ilmia kimia.


            Jabir Ibn Hayyan Tusi dapat dikatakannya sebagai pakar kimia muslim yang lebih dikenal di dunia ilmu kimia. Karya-karya ilmu kimia Jabir Ibn Hayyan tidak hanya dikenal di dunia Islam, tapi juga dikenal hingga Barat. Imuwan muslim ini lebih dikenal dengan nama Ibnu Geber.
            Jabir Ibn Hayyan Tusi lahir di kota Tus yang terletak di wilayah Khorasan, Iran (750-803 Masehi). Beliau juga termasuk salah satu murid Imam Jafar Shadiq as. Banyak hal yang dipelajari dari Imam Jafar Shadiq as. Bahkan belajar kepada Imam Jafar Shadiq as dapat dikatakan sebagai bagian dari kehidupan yang penting bagi Jabir Ibn Hayyan. Ibnu Khaliqan dalam buku Biografi Imam Jafar Shadiq as menulis, "Jabir Ibn Hayyan, murid Imam Jafar Shadiq as, menulis buku yang mencakup 500 artikel dari Imam Jafar."
            Jabir mendasari eksperimennya secara kuantitatif dan instrumen yang dibuatnya sendiri, menggunakan bahan berasal dari logam, tumbuhan, dan hewani. Pencapaian praktis utama yang disumbangkan beliau ialah penemuan bahan mineral dan acid, yang telah dipersiapkan pertama kali dalam penelitian tentang alembik (Anbique). Rekaannya terhadap alembik membuatkan proses penyulingan menjadi lebih mudah dan sistematik.
            Jabir ibnu Hayyan membuat instrumen pemotong, peleburan dan pengkristalan. Ia menyempurnakan proses dasar sublimasi, penguapan, pencairan, kristalisasi, pembuatan kapur, penyulingan, pencelupan, pemurnian, sematan (fixation), amalgamasi, dan oksidasi-reduksi. Semua ini disiapkan oleh Jabir Ibn Hayyan dari teknik dan praktisnya  hingga semua tekhnik dalam kimia modern. Ia membedakan antara penyulingan langsung yang memakai bejana basah dan tak langsung yang memakai bejana kering. Dialah yang pertama mengklaim bahwa air hanya dapat dimurnikan melalui proses penyulingan.
            Khusus menyangkut fungsi dua ilmu dasar kimia, yakni kalsinasi dan reduksi, Jabir menjelaskan bahwa untuk mengembangkan kedua dasar ilmu itu, pertama yang harus dilakukan adalah mendata kembali dengan metode-metode yang lebih sempurna, yakni metode penguapan, sublimasi, destilasi, penglarutan, dan penghabluran. Setelah itu, papar Jabir, memodifikasi dan mengoreksi teori Aristoteles mengenai dasar logam, yang tetap tidak berubah sejak awal abad ke18 M.
            Dalam setiap karyanya, Jabir melaluinya dengan terlebih dahulu melakukan riset dan eksperimen. Metode inilah yang mengantarkannya menjadi ilmuwan besar Islam yang mewarnai renaissance dunia Barat. Ide-ide eksperimen Jabir sekarang lebih dipakai sebagai dasar untuk mengklasifikasikan unsur-unsur kimia, utamanya pada bahan metal, nonmetal dan penguraian zat kimia. Dalam bidang ini, ia merumuskan tiga tipe berbeda dari zat kimia berdasarkan unsur-unsurnya:
 1. Air (spirits), yakni yang mempengaruhi penguapan pada proses pemanasan, seperti pada bahan kampora, arsenik dan amonium klorida.
 2. Metal, seperti pada emas, perak, timah, tembaga dan besi.
 3. Bahan campuran, yang dapat diubah menjadi semacam bubuk.

Menurut Robert Briffault, kimia, proses pertama penguraian logam yang dilakukan oleh para metalurgi dan ahli permata Mesir, mengkombinasikan logam dengan berbagai campuran dan mewarnainya, sehingga mirip dengan proses pembuatan emas. Proses demikian sangat dirahasiakan, bahkan  menjadi monopoli perguruan tinggi. Lebih dari itu, para pendeta disamarkan ke dalam formula mistik biasa. Namun di tangan Jabir bin Hayyan, proses itu menjadi terbuka dan disebarluaskan melalui penyelidikan dan diorganisasikan dengan bersemangat.
            Jabir Ibn Hayyan Tusi menyumbangkan banyak karya yang berharga di bidang ilmu kimia. Konon, sekitar 3 ribu buku dan risalah ditulis oleh Jabir Ibn Hayyan. Paul Kraus, ilmuwan Jerman yang melakukan riset terkait karya-karya Jabir Ibn Hayyan mengatakan, "Kita sepatutnya mengenal Jabir yang mentransfer ilmu-ilmu dahulu ke bahasa Arab… Beliau adalah sosok independen dengan wawasan ilmu yang beragam. Selain itu, Jabir mengenal sastra Yunani dengan sempurna. Kita harus mengakui bahwa Jabir adalah peletak istilah-istilah ilmu, bahkan kami meyakini bahwa Jabir menjadikan istilah-istilah itu untuk para penerjemah abad ketiga hijriah sehingga mereka mampu melanjutkan pendahulu mereka."
            Di abad pertengahan risalah-risalah Jabir di bidang ilmu kimia --termasuk kitabnya yang masyhur, yakni Kitab al-Kimya dan Kitab al-Sab'een, telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin. Terjemahan Kitab al-Kimya bahkan telah diterbitkan oleh ilmuwan Inggris, Robert Chester tahun 1444, dengan judul, "The Book of the Composition of Alchemy." Buku kedua (Kitab Al-Sab'een), diterjemahkan juga oleh Gerard Cremona.
            Berikutnya di tahun 1678, seorang Inggris lainnya, Richard Russel, mengalihbahasakan karya Jabir yang lain dengan judul Summa of Perfection. Berbeda dengan pengarang sebelumnya, Richard-lah yang pertama kali menyebut Jabir dengan sebutan Geber, dan memuji Jabir sebagai seorang pangeran Arab dan filsuf. Buku ini kemudian menjadi sangat populer di Eropa selama beberapa abad lamanya dan memberi pengaruh pada evolusi ilmu kimia modern.
Karya lainnya yang telah diterbitkan adalah; Kitab al-Rahmah, Kitab al-Tajmi, al-Zilaq al-Sharqi, Book of The Kingdom, Book of Eastern Mercury, dan Book of Balance (ketiga buku terakhir diterjemahkan oleh Berthelot).
Sumber : http://indonesian.irib.ir/kultur/-/asset_publisher/Kd7k/content/kebudayaan-dan-peradaban-islam-perkembangan-ilmu-kimia

0 comments:

Posting Komentar